Kamis, 05 Maret 2009

Tanggung Jawab

Setiap insan, baik secara individu maupun kelompok (lembaga) mempunyai tanggung jawab atas semua amal perbuatannya. Mulai dari hal sepele sampai yang penting. Tanggung jawab ini berlaku di dunia maupun di Akhirat, karena setiap manusia oleh Allah akan ditanya mengenai apa yang telah ia perbuat di dunia besok pada hari kiamat.

Semua amal perbuatan yang kita lakukan di dunia ini secara otomatis oleh Allah ditampakkan dihadapan seluruh umat manusia mulai dari zaman Nabi Adam sampai manusia terahir pada hari terjadinya Yaumul Kiamat. Jadi, di akhirat kelak semua yang kita lakukan akan diketahui dengan jelas layaknya kita melihat sebuah film, yang akan disaksikan seluruh umat manusia. Dan tak satupun yang bisa terlewatkan, dan semua akan dijawab sesuai dengan apa yang telah diperbuat waktu didunia, tak ada yang mampu berbohong pada hari itu, karena semua mulut manusia akan terkunci dan semua anggota tubuh akan menjawabnya dengan fasih dan jelas. Sebagai mana firman Allah : ”Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”. (QS. Yaasiin : 65).
Dari sini marilah kita Muhasabah (koreksi diri) sebelum kita dihisab dihadapan Allah, janganlah kita mudah membicarakan aib orang lain, menjelek-jelekkan dan menggunjingnya, karena kelak hal itu akan diketahui juga, namun marilah sebaliknya kita harus pandai menutupi cela dan aib orang lain karena dengan demikian Allah juga akan menutupi aib dan cela kita serta dimudahkannya hisab.
Kenapa kita harus bertanggung jawab ? Karena setiap dari kita adalah pemimpin, seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits ”Setiap dari kalian itu adalah pemimpin”. Dan setiap pemimpin harus mempertanggung jawabkan apa yang ia pimpin. presiden akan ditanyai tentang negaranya, Guru akan ditanya tentang siswanya, Kepala keluarga akan ditanya tentang keluarganya, Setidak-tidaknya kita akan ditanya tentang kepemimpinan kita terhadap organ-organ tubuh kita, Sudah adilkah kepemimpinan kita?
Orang yang dipimpin mempunyai hak untuk protes, apabila ada salah satu yang protes maka yang tadinya sudah diputuskan masuk surga akan ditunda untuk mengurusnya lebih dahulu, besok ketika di akhirat setiap orang akan mempunyai hak yang sama, apabila kita sudah ditentukan ada yang protes maka akan ditunda dan diadili dulu. Dahulu kala ada seorang Kyai yang sudah ditentukan masuk surga, tiba-tiba seseorang berkata, ”Tunggu saya masih mempunyai urusan dengan kyai itu !”. ”Ada apa lagi kamu mengganggu saya, kaki kanan saya sudah masuk surga”, kata kyai. ”Tunggu pak Kyai, dulu ketika saya mengundang anda syukuran, anda makan daging ayam, kebetulan ada daging yang terselilit, ketika anda pulang anda mengambil lidi dari sapu lidi saya di depan rumah ”, kata orang. ”Terus apa masalahnya ?” tanya Kyai. ”Masalahnya anda tidak izin kepada saya”. ”terus sekarang enaknya bagaimana ?, aku sudah mau ke surga”. ”Saya ikhlas, apabila Pak kyai mengajak saya ke surga”. Akhirnya orang itu pun diajak ke surga bersama-sama pak Kyai.
Dari cuplikan di atas dapat di simpulkan, di akhirat kelak tak pandang kyai atau bukan, hal sepele atau besar, semuanya diadili seadil-adilnya. Untuk memudahkan hisab kita maka kita harus merubah amal perbutan jelek kita, kita tingkatkan amal ibadah kita. Kita harus konsisten dalam beribadah, baik sepi maupun ramai, kita harus khusyu’. Usahakan seakan-akan kita melihat Allah di depan kita, jika tidak bisa setidaknya kita harus merasa di lihat, di dengar, dan diawasi oleh Allah. Setelah itu kita harus memperbaiki akhlak kepada sesama, lunasi hutang dan janji, selesaikan masalah, jangan sampai ada orang yang protes atau bermasalah dengan kita. Karena walaupun kita sudah melewati jembatan siroth, kita harus kembali untuk menyelesaikan urusan itu.
Walaupun sekecil dzarroh perbuatan manusia akan diperhitungkan. Maka hendaklah kita berpikir dan merenungkan sejenak apa yang akan kita perbuat apakah itu baik atau jelek, sudahkah amal kita sesuai dengan syari’at islam, sehinga kita perlu meluruskan niat kita baik sebelum beramal maupun ketika beramal dan sesudah beramal.

Setelah kita memperbaiki amal dan memperbaiki hubungan kita dengan sesama manusia. Lanjutkan dengan memperbaiki lisan kita agar selalu jujur, karena jika orang itu akan jujur maka ia tidak akan bermaksiat. Dahulu ada seorang sahabat ahli maksiat yang meminta nasehat kepada Nabi SAW untuk bertaubat, maka Nabi hanya memberinya satu kata yakni jujur. Maka orang itu kembali kerumahnya, di tengah jalan ia dipanggil temannya yang sedang berjudi, ”Mari kita main bersama”. Sahabat tadi menuju ke tempat itu, tetapi dia teringat kepada ucapan Nabi agar jujur. ”jika saya berjudi pasti saya akan di tanya isteri, saya kemanakan uang ini, padahal saya harus jujur” pikirnya sehingga ia tidak jadi berjudi. Kemudian di pasar ada seorang wanita yang mengajaknya untuk berbuat zina, maka ia mulai tergoda dan mereka berduaan di kamar, tetapi lagi-lagi ia berpikir ”kalau saya ditanya dengan istriku apa jawabku, masa baru berzina, padahal aku harus jujur” maka orang itu pun tak jadi berzina, dan selamatlah ia sampai rumah tanpa kemaksiatan, itu disebabkan kejujuran. orang melakukan maksiat itu karena tidak memiliki kejujuran.

Maka mari kita bersama-sama niat untuk menjaga amal-amal kita dan sebelum meninggalkan dunia, marilah kita me-nyelesaikan urusan (hak-hak) terhadap sesama manusia. agar kita mudah dalam menghadapi hisab di akhirat menuju kekekalan yang abadi selama-lamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar