Kamis, 05 Maret 2009

Menjadi Pribadi Yang profesional

”Betapa banyaknya negeri yang telah aku binasakan, maka datanglah siksaan kami (menimpa penduduk) nya. Di waktu mereka berada di malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari.
Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan kami, kecuali mengatakan : ”Sesungguhnya kami adalah orang-orang zhalim”. (QS. Al-A’raf : 4-5)

erkadang saat dimana kebanyakan manusia sedang tertidur lelap, ketika mereka sedang berfoya-foya, ketika sedang belanja di mall. Dengan tiba-tiba muncullah adzab Allah yang sangat pedih. Seperti topan yang melanda Myanmar yang hanya terjadi sekian menit saja, 150 ribu jiwa mati. Begitu pula dengan Gempa berkekuatan 7 skala ritcher di china, yang memakan korban ribuan jiwa dan meluluh lantahkan ribuan sarana dan prasarana negara. Masih belum terlupakan bencana yang terjadi akibat keserakahan manusia, Lumpur lapindo yang hingga kini belum teratasi. Hal itu menggambarkan Betapa besar kekuasaanNya hingga manusia tidak mampu mencegahnya ?.
Bencana-bencana di atas, ternyata jika kita tinjau lebih jauh, semuanya tidak lepas dari ulah manusia-manusia yang serakah, yang selalu mengabaikan serta melupakan tugasnya untuk mengelola dan memanfaatkan alam dengan baik. Sehingga Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa bencana yang melanda kita ini adalah disebabkan oleh tingkah laku kita sendiri. Ketika Nabi Yunus as. diberi musibah Oleh Allah. Terperangkap dalam tiga kegelapan. Kegelapan ikan yang menelannya, kegelapan air laut, dan kegelapan malam yang gelap gulita. Apa yang beliau baca dan lakukan ? ketika itu beliau mengajarkan kepada kita, apa yang harus kita kerjakan saat ini. Beliau membaca kalimat Laailaha illa anta subhaanaka inni kuntu mina dzolimin. Pertama beliau memperbaiki keyakinannya bahwa yang bisa memberi hidayah hanya Allah. Yang menciptakan hanya Allah. Yang mengatur kehidupan hanya Allah. Yang memberi rezeki hanya Allah. Selain Allah tidak bisa apa-apa. Selain Allah lemah, tidak kuasa apa-apa. Siapa yang mengandalkan makhluk akan dikecewakan oleh makhluk. Sering kita berkata ”bersama kita bisa”. Kita melupakan Allah. Walaupun bersama, kalau tidak bersama Allah, tidak akan bisa. Jadi bukan bersama kita bisa, tapi bersama Allah kita bisa. Kita merasa lemah dihadapan-Nya. Laahaulawalaquwwata illa billah .
Kedua, Nabi Yunus AS memuji-muji Allah. Maha Suci Allah. Apa yang terjadi adalah kehendaknya. Tidak ada yang salah dalam setiap keputusan-Nya.
Lalu yang Ketiga beliau membaca innii kuntu minadz dzolimin. Menyalahkan diri sendiri. Ketika Ada masalah, tidak sibuk menyalahkan orang lain. Menyalahkan si A, atau Si B. Tapi ada masalah menyalahkan diri sendiri. Ini salah saya, Ini karena kedzoliman saya. Lalu apa hasilnya, ketika beliau melakukan tiga langkah ini. Kata Rasululloh saw. Nabi Yunus AS di dasar lautan mengalami perasaan yang sama dengan apa yang Aku rasakan ketika di Sidrotil Muntaha. Merasa dekat dengan Allah. Tidak lama kemudian masalah beliau diselesaikan oleh Allah. Beliau dikeluarkan dari perut ikan. Diberi tempat yang subur. Dan yang terpenting, diberi umat yang mau mentaati ajakan beliau untuk beribadah kepada Allah. Jadi masalah Infirodi ( pribadi) selesai, masalah ijtima’i (umat) juga selesai. Mari kita dan bangsa ini merasa seperti Nabi Yunus AS yang sedang terperangkap dalam kegelapan, masalah yang tak kunjung tuntas. Mari bertaubat kepada Allah, memuji Allah dan menyalahkan diri (memperbaiki kinerja) dan tidak saling menyalahkan orang lain.
Selain dari pada itu, kita haruslah menyadari diri bahwasanya anugerah Allah itu harus dikelola dengan profesional dan tanggung jawab, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah. Ibarat dalam sebuah perusahaan. jika karyawannya tidak mampu mengelola dengan baik, maka oleh Majikannya akan di-PHK. Begitu pula dengan kita, jika kita tidak mampu mengelola alam dengan baik, maka Allah akan memberi adzab yang pedih.
Dan seperti yang kita ketahui pula, kita hidup di dunia ini hanya sementara, tak lebih dari 50-60 tahun. Kehidupan ini ibarat ladang yang harus kita tanami dan rawat dengan baik, agar kita memperoleh hasil yang maksimal di dunia dan di Akhirat. Kita tengok kekayaan-kekayaan alam indonesia yang terbentang dari sabang sampai Merauke. Dari Minyak bumi, Emas, batu bara, perikanan, peternakan, pertanian semuanya tersaji di hamparan nusantara kita, Hingga kita dijuluki ”Macan Asia”. Tentunya jika semua dapat kita kelola dengan baik, hasil dari laut saja, negara dapat meraup devisa hingga 60 triliyun per tahun. Dari kilang-kilang minyak pun, negara juga dapat mengeruk keuntungan hingga triliyunan rupiah. Belum, batu bara yang hampir menutupi seluruh daratan kalimantan. Belum lagi yang lainnya. Namun, pada kenyataannya negara kita masih di ambang kemiskinan. Kenapa semua ini bisa terjadi ?
Bangsa kita ini ibarat ayam yang mati dalam lumbung padi. Kita lihat Brunei Darussalam yang hanya punya sekian kilang minyak, rakyatnya makmur dan terjamin. Kita lihat pula Singapura, yang tanahnya tidak begitu luas, tidak ada kekayaan alamnya, membeli BBM pun dibatasi. namun pendapatan perkapitanya 16 x lipat dari pendapatan rakyat indonesia.
Penyebab dari semua itu adalah karena negara kita tidak profesional dalam mengelolanya atau dengan kata lain pemerintah kurang cermat dalam memilih oknum-oknum yang mengelola bidang tersebut. Padahal Rasulullah telah bersabda ”Jika suatu perkara tidak diserahkan pada ahlinya, maka nantikanlah saat kehancurannya ”. Jika kita mengelola uang dengan tidak cermat, mengebor minyak dengan seenaknya, mengeruk emas tanpa batas, tentunya akan berkibat buruk bagi alam dan manusia itu sendiri. Bagaimana seandainya Pemerintah kabupaten banyuwangi mengizinkan pertambangan emas di Tumpang Pitu, Pesanggaran. Jika eksploitasi itu diteruskan tentunya kita tidak ingin melihat Banyuwangi tenggelam beberapa tahun mendatang.
Tidak hanya di bidang perekonomian saja, di bidang olahraga pun kita juga mengalami keterpurukan. Seperti yang terjadi pada kejuaraan Thomas cup dan Uber Cup kemarin, piala-piala yang hilir mudik mampir di indonesia, Kini tak pernah sekalipun kita dapatkan. Hal ini terjadi karena seorang yang memimpin PBSI adalah seorang yang tidak mengetahui seluk beluk bulu tangkis, seperti yang kita ketahui bapak Sutiyoso, yang dimana latar belakangnya seorang politikus. Sebaiknya kita menempatkan orang-orang yang ahli dalam bidang tersebut. Dan ketepurukan negara itu hampir terjadi di segala bidang. Na’udzubillah
Maka untuk mengembalikan gelar ”Macan asia” kita yang sudah lama hilang, dan juga mewujudkan negara yang maju, aman, dan sejahtera. kita harus mengarahkan diri kita, saudara, teman, seluruh masyarakat indonesia, khususnya para pemuda untuk menjadi pribadi yang profesional, karena seperti yang dikatakan dalam sebuah hadist ”Pemuda sekarang, pemimpin masa depan”. Semoga kita sekalian dalam rangka 100 tahun kebangkitan nasional dapat digolongkan menjadi orang-orang yang profesional yang mampu membangkitkan negara ke tempat yang lebih tinggi. (IMQ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar