“Di Dalam jasad yang baik tersimpan hati yang baik pula. sebaliknya,
Di Dalam jasad yang buruk tersimpan pula hati yang buruk.”
Dari hadits di atas diterangkan bahwa apa yang akan terjadi pada jasad kita, itu semua tergantung pada apa yang terjadi pada hati kita. apabila kita memikirkan hal-hal yang baik, maka pikiran dalam hati itu akan dikonversikan menjadi amal yang baik. Sebaliknya, jika dari awal hati kita sudah memikirkan sesuatu yang buruk, meski hanya berawal dari niat. Bukan tidak mungkin terjadi hal-hal yang diinginkan, tapi jika hati kita sudah memikirkan hal-hal yang buruk, kebanyakan amal yang dihasilkan juga pasti akan buruk.
Untuk itu, kita dituntut untuk selalu memperbaiki hati kita dan selalu mengoreksi hati kita agar apa yang kita lakukan dan amalkan selalu melakukan mendapatkan ridho Allah, bukan justru mendapatkan murka-Nya Allah, karena ridho Allah tidak hanya diberikan kepada Anbiya’, Alim’ Ulama, Salafus Sholihin. Tetapi Ridho Allah itu diberikan oleh seluruh umat Islam yang beriman. Jadi, bukan tidak mungkin jika manusia biasa layaknya kita mempau memperoleh ridho-Nya Allah, karena selalu menata hati setiap melakukan sesuatu. Oleh karena itu, marilah kita selalu terus melakukan kebajikan. Yang sebutan lainnya adalah istiqomah fil ibadah.
Suatu keyakinan itu sangat mahal harganya dibandingkan alam seisinya. Karena itu, dengan keyakinan kita bisa melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Seperti, apabila kita yakin kita bisa menaiki sepeda motor, maka dengan keyakinan ditambah dengan bekerja keras, maka kita pun bisa menaiki sepeda motor tersebut. Dengan keyakinan itulah, kunci awal kesuksesan, dan karena Allah selalu membantu Hamba-Nya yang mau berusaha. Begitu pula saat kita yakin bahwa kita bisa mengemudikan mobil maka tentunya kita pasti akan bisa mengemudikan, meski pada awalnya akan terasa susah, namun dengan keyakinan tersebut maka kesusahan itu akan hilang. Maka sangguplah kita melakukan apa yang kita inginkan, apa yang kita dambakan, harapkan, dan kita cita-citakan.
Seperti Nabi Musa as saat dikejar-kejar oleh tentara Fira’un, secara logika mungkin Nabi Musa tidak mungkin bisa lolos dari sergapanpara Tentara Fir’aun, karena Nabi Musa sudah tersudutkan dengan Laut dan Tentara Fir’aun. Namun, karena dia yakin bahwa Allah akan melindunginya, dan ternyata benar dengan satu ketukan tongkatnya. Semua air laut membumbung tinggi, membentuk sebuah jalan agar dilewati Nabi Musa dan Kaumnya. Itulah manfaat apabila kita yakin.
Begitu pula tatkala Nabi Ibrahim as akan dihukum oleh Raja Namrud, dia akan dibakar hidup-hidup karena telah berani menghancurkan semua berhala kerajaan. Semua kayu-kayu sudah tersusun rapi di tempat Eksekusi Nabi Ibrahim. Ditambah tentara membawa tongkat yang sudah menampakkan api. Begitu pula dengan Nabi Ibrahim yang sudah diletakkan di tempat eksekusi. Ibu, Teman, dan Umatnya menangis tidak tega tatkala api sudah menyebar dari satu kayu ke kayu yang lain. Tapi mereka tidak mempunyai kuasa apa-apa, karena ini adalah keputusan Raja. Namun, Nabi Ibrahim dengan teguh keyakinannya kepada Allah. Bahwa yang dilakukannya adalah benar adanya, dia berani menghancurkan berhala-berhala itu karena Allah. Dan benar, ketika api sudah menyebar ke seluruh tubuh Nabi Ibrahim, Allah menjadikan api tersebut menjadi dingin. Sehingga meski telah dibakar hidup-hidup, jangan kulitnya yang panas terkena api, semua Rambut tidak terbakar sedikitpun., dia yakin bahwa Allah sendiri yang akan membantunya dengan membaca Hasbunallah wani’mal wakil n’imal maula wani’mannasyir.
Sebuah permisalan, keyakinan itu bagaikan air mendidih yang terus dipanasi. Jadi ya, tentu saja semakin panas air tersebut. Kita sebagai umat muslim yang taqwa kepada Allah, hendaknya jangan sampai keyakinan kita keluar dari jalur yang diridhoi oleh Allah. Dengan keyakinan yang mantap, maka hati kita pun tenang dan apabila hati kita tenang maka jasad kita pun akan membaik karena hati adalah kekebalan untuk tubuh kita. Maka dapat disimpulkan bahwa bangkitnya anggota tubuh merupakan bisikan dari hati. Kecuali ada irodhah dalam tubuh kita. Jika hati kita baik maka hasil dari perbuaan kita pun baik sebaliknya apabila hati kita rusak maka perbuatan yang ditimbulkan dari hati kita pun ikut rusak. Maka dari itu, untuk memantapkan keyakinan kita, haruslah kita yang mencari hidayah. Jangan malah kita yang menunggu hidayah. Karena hidayah tidak mendatangi kita, tetapi kita yang mendatangi hidayah. Tapi, pada jaman sekarang, banyak orang-orang yang sering melakukan maksiat bila diajak pada kebaikan mereka selalu berkata: “Ah, aku masih belum dapat hidayah nih, nanti aja nunggu hidayah dari Allah. Nah, orang-orang yang seperti mereka itulah yang sangat-sangat merugi. Karena mereka menaruh keyakinan mereka kepada datangnya hidayah, bukan keyakinan meraih hidayah melalui usaha mereka sendiri.
Cara agar hati kita tetap memiliki ketenangan ada dua, yaitu:
1. Dengan memasrahkan hati kita kepada Allah
2. Menanamkan rasa keyakinan yang kuat pada hal-hal yang haq
Ingatlah percaya itu belum berarti yakin, tetapi yakin itu pastilah sebuah kepercayaan yang pasti. Karena yakin adalah kepercayaan yang terdalam, dimana selain percaya kita juga menuruti apa yang kita yakini, dan tidak melakukan apa yang dilarang atas apa yang kita yakini.
Marilah kita tiru keyakinan para Nabi-Nabi Terdahulu, yakin yang terdalam, yakin yang hakiki, dimana semua yang kita inginkan apabila kita yakin, maka tentunya semuanya itu akan terkabulkan Oleh Allah swt. Dengan Yakin Kita Bisa, Bersama Allah Kita Bisa. (C-Anm)
Senin, 25 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar