Rabu, 26 Agustus 2009

Naikkan harga Diri, Tingkatkan prestasi




Dalam penelitian ahli psikologi ditemukan hubungan yang signifikan antara tingginya self esteem (harga diri) dengan prestasi. Semakin tinggi harga diri seseorang, semakin tinggi prestasi yang akan diraihnya. Semakin rendah dan biasa-biasa saja harga diri seseorang, semakin rendah prestasi yang akan dicapai.
Ketika berusia dua tahun, kita mulai berkomunikasi dengan menggunakan bahasa, sebuah keterampilan yang dipelajari tanpa buku tata bahasa, kelas atau ujian. Jika kita seperti kebanyakan orang, sebelum ulang tahun yang kelima, kita telah menguasai 90 % kata-kata yang akan kita gunakan secara teratur selama hidup kita.
Kemudian satu hari, mungkin di kelas satu atau dua, kita duduk di kelas dan guru berkata, “Siapa yag tahu jawabannya ?” Kita mengangkat tangan terlonjak dari tempat duduk kegirangan sampai guru menyebut nama kita. Dengan yakin kita menyebut jawaban itu. Tiba-tiba kita mendengar anak-anak lain tertawa dan berkata,” Bukan, itu salah! Kamu bodoh!”
Kita malu di depan kawan-kawan dan guru kita, salah seorang diantara tokoh yang memiliki dalam kehidupan kita. kepercayaan diri kita mulai goyah, benih keraguan mulai tertanam dalam psyche kita. Kita mencitrakan diri kita sebagai orang yang gagal, keraguan tumbuh di dalam diri, dan mulai sedikit mengambil resiko.
Pada tahun 1982, Jack Confield, seorang ahli tentang self esteem (harga diri), melaporkan hasil penelitian dimana 100 anak diserahkan kepada peneliti untuk 1 hari. Peneliti bertugas untuk mencatat berapa banyak komentar negatif dan positif yang diterima anak selama 1 hari.
Confield menemukan bahwa rata-rata sehari anak menerima 460 komentar negatif atau kritikan dan hanya 75 komentar positif atau suportif. Itu berarti enam kali lebih banyak komentar negatif daripada positif.
Umpan balik negatif yang terus menerus ini sangat mematikan setelah beberapa tahun di sekolah, terjadilah learning shutdown(kebuntuan belajar). Pada akhir sekolah dasar, kata belajar dapat membuat seorang siswa takut dan tegang.
Saudara-saudaraku agaknya apa yang diilustrasikan oleh bobbie deporter dalam bukunya Quantum Learning diatas terjadi bukan hanya pada anak kita saja. Bangsa inipun mengalami degadrasi harga diri yang kronis. Bangsa ini mengalami Complex Inferiority (rendah diri).
Coba bayangkan berapa kali ungkapan negative diterima oleh bangsa ini setiap hari. Mulai dari “bangsa budak”, “ bangsa kere”. Sepertinya bangsa ini membutuhkan orang yang mampu memberi ungkapan –ungkapan positif. Sehinga hal itu akan mampu menaikkan harga diri bangsa.
Dalam sejarah, bangsa besar adalah bangsa yang memiliki harga diri tinggi. Contohnya , Jerman ketika dipimpin Hitler dia menanamkan kepada bangsanya bahwa bangsanya, ras aria, adalah ras yang terbaik di dunia. Kalimat-kalimat ini di ulang-ulang oleh Hitler dalam setiap pidato-pidatonya. Wajar jika kemudian dalam waktu yang sangat singkat Jerman menjadi bangsa yang ditakuti pada masanya.
Jepang adalah salah satu bangsa yang memiliki harga diri tinggi. Jepang atau Nippon merasa sebagai bangsa yang superior. Dengan Tiga A-nya, yaitu Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Cahaya Asia. Terlebih lagi menurut keyakinan mereka, raja Jepang adalah keturunan Dewa Matahari. Jepang hampir menguasai Asia dengan ekspansinya . Bom atom di dua kota besar, Nagasaki dan Hiroshima, tidak mampu membendung semangat bangsa ini. Jepang hanya sempat oleng sebentar, namun kemudian menggeliat dan mengaum kembali menjadi bangsa yang membuat gentar Amerika. Kini Jepang menjadi satu diantara lima negara termaju di dunia.
Bangsa arab , khususnya disekitar Mekkah dan Madinah, adalah bangsa pinggiran. Rum dan Persi enggan mengekspansi daerah itu. Disamping kondisi gografisnya yang kurang subur , bangsa itu adalah bangsa yang senang berperang. Setelah mengislamkan mereka, Rosululloh menyuntikkan harga diri yang tinggi. Seakan beliau menyulut api dalam dada-dada mereka, kemudian api itu mereka kobarkan dalam hidup mereka. Harga diri mereka tersulut dan terlecut dengan firman Allah QS 3:110 yang artinya : “Kalian adalah umat yang terbaik yang di keluarkan untuk seluruh umat manusia, kalian mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran dan kalian beriman kepada Allah SWT”.
Perasaan sebagai umat yang terbaik dan perasaan sebagai penyelamat seluruh manusia telah menaikkan harga diri para sahabat di waktu itu. Kerendah dirian mereka seakan terkikis habis tergantikan dengan harga diri yang melambung tinggi. Jika Jepang yang merasa sebagai pelindung Asia saja memiliki prestasi yang luar biasa, apalagi sahabat yang merasa sebagai penyelamat seluruh manusia (rahmatan lil ‘alalamin). Dua pertiga dunia telah mereka selamatkan dalam naungan Islam.
Bilal bin Robbah dahulunya adalah seorang budak. Namun di dadanya tertanam perasaan sebagai umat yang terbaik. Prestasinya melejit luar bisa. Dari seorang budak menjadi seorang Gubenur. Dia tidak lagi merasa minder dengan kulitnya yang hitam, rambutnya yang kriting, bibirnya yang tebal . Jiwanya tidak terkerdilkan dengan statusnya yang mantan budak. Perasaan sebagai umat yang terbaik telah menghapuskan keminderannya. Rosululloh telah mengabarkan bahwa suara terompahnya sudah terdengar di surga.
Umar bin Khottob, seorang preman Mekkah yang ditakuti, telah berubah menjadi orang kedua yang terbaik setelah Abu Bakar. Bahkan Rosulullah SAW pernah bersabda bahwa seandainya ada lagi nabi setelah baliau, Umarlah orangnya. (imq)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar