Rabu, 26 Agustus 2009

Jangan Remehkan Perkara Kecil



Habiburrahman El-Shirazy, pengarang novel ayat – ayat cinta, menuliskan kisah yang menggelitik perasaan dalam bukunya “Ketika Cinta Berbuah Surga“ bahwa hanya gara – gara seekor lalat, seseorang bisa masuk surga dan masuk neraka. kisah yang diceritakan oleh Imam Thariq Bin Shihab ini berisi 2 orang yang melakukan pengembaraan. Suatu hari, mereka memasuki daerah yang didiami oleh sebuah kaum yang menyembah berhala. Kaum itu memiliki berhala yang disembah dan dikeramatkan. Orang yang melewati daerah mereka, harus memberikan korban sebagai sesembahan untuk berhala itu. Jika tidak mau memberikan korban, maka mereka tidak akan dibiarkan keluar dari daerah itu dalam keadaan hidup.
dua orang itu pun mengalami hal yang sama, mereka harus memberikan sesembahan pada berhala. Lelaki pertama sangat takut pada kematian karena dia tidak memiliki apa – apa, akhirnya dia menangkap seekor lalat dan memberikannya kepada berhala itu sebagai sesembahan.
Sedangkan lelaki yang kedua, tetap teguh memegang aqidahnya. Dia tidak mau berkorban untuk berhala itu,meskipun dengan seekor lalat. Dia memilih untuk taat pada ajaran agamanya, berkorban hanya boleh dilakukan jika sesuai dengan syariat, yaitu korban idul adha yang dilakukan ikhlas karena Alloh. Sedangkan memberikan sesembahan pada berhala, meskipun hanya dengan seekor lalat, adalah perbuatan menyekutukan Alloh. Itu adalah dosa paling besar. Akhirnya dia dibunuh, dia mati syahid mempertahankan aqidahnya dan masuk syurga.
Adapun lelaki yang satunya, akhirnya meneruskan perjalanan, namun naas, baru berjalan beberapa puluh langkah, ditengah padang pasir dia digigit ular dan akhirnya mati. Namun, dia mati dalam keadaan musyrik (menyekutukan Allah). Dia masuk neraka karena menyekutukan Alloh, dengan mempersembahkan seekor lalat pada berhala.
Tragis memang, yang satu masuk surga karena seekor lalat dan yang satu masuk neraka karena seekor lalat.
Kita tidak boleh menyepelekan sebuah kebaikan walaupun kecil karena kita tidak mengetahui dimana letak kemurahan rahmat Alloh. Jangan – jangan perbuatan yang nampak remeh bernilai besar di mata Allah. Seorang pelacur kehausan ditengah padang pasir. Keinginannya adalah menegukk air untuk menghilangkan dahaganya, menyelamatkan hidupnya. Nampak didepan matanya sebuah sumur yang agak dalam. Karena tidak ada timba untuk mengambil air , terpaksa dia harus turun kedalam sumur. Dengan susah payah dia kembali naik, digigitnya terompahnya yang telah berisi air itu menggunakan giginya dan sisa-sisa tenaga yang dia miliki. Setelah sampai diatas nampak seekor anjing ,menjulurkan lidahnya, kehausan. Pelacur itu merasa iba. Air dalam terompahnya itu dia minumkan kepada anjing tersebut. Subhanallah ! Langit mendung seketika seakan ikut merasa terharu pengorbanan pelacur itu. Amal yang sederhana dan nampak remeh ini menyebabkan turunnya ampunan Allah. Singkat cerita pelacur di zaman bani Israil ini masuk surga. Kalau memberi minum anjing saja seperti itu hasilnya, bagaimana jika yang kita beri minum itu adalah tetangga kita, anak yatim disekitar kita, apalagi Ulama’-Ulama’ kita. Jika pelacur saja dirahmati oleh Allah SWT, bagaima jika yang memberi itu adalah kita wahai saudaraku.
Di samping menyepelekan sebuah kebaikan, kita juga tidak boleh meremehkan perbuatan jahat walaupun kecil dan nampak sepele karena kita tidak tahu kapan datangnya kemurkaan Allah.
Kita tidak menyepelekan sesama hamba Allah karena kita tidak mengetahui siapa wali-wali Allah yang sebenarnya. Jangan-jangan orang yang terlihat tidak mempunyai kedudukan dan diacuhkan masyarakat justru memiliki derajat mulia di sisi Allah swt.
Dalam sebuah hadist Bukhari disebutkan, “Sseeorang mengucapkan dari lisannya kata-kata yang diridhai Allah swt., ia menganggap ucapannya itu tidak penting. Tetapi ucapan itu menyebabkan derajatnya sangat tinggi. Dan ada seorang yang mengucapkan kata-kata yang dibenci Allah swt. Ia tidak menghiraukan ucapannya itu, tetapi karena ucapannya itu ia akan dicampakkan ke dalam neraka”. (Fadhilah Sedekah)
Saudaraku, seseorang tidak akan tersandung dengan batu yang besar. Justru batu kecillah yang membuat langkah kita terganggu. Dalam bukunya “Slilit Sang Kyai”, Emha Ainun Najib mengisahkan cerita seorang kyai yang memiliki segudang prestasi kesholehan di masyarakat. Sehingga ketika beliau meninggal dunia, masyarakat menganggap pasti masuk surga. Namun, seorang santrinya bermimpi bertemu sang kyai di kuburnya bhwa dia celaka dan dimasukkan neraka hanya gara-gara “slilit”. Sang kyai bercerita bahwa dia pernah diundang dalam suatu acara walimah/ seperti biasanya disuguhkan berbagai menu masakan yang lezat-lezat. Setelahj makan sang kyai kebingungan mencari tusuk gigi (slilit). Ketika keluar dari rumah shohibul bait dan melewati pagar bambu, dia mengambil serpihan bambu sebagai tusuk gigi untuk slilit tanpa seizin tuan rumah. Hal inilah yang menyebabkan dia diberi berbagai macam pertanyaan dan nyaris mencelakakan sang kyai di kubur. Emha dengan nakalnya mengomentari cerita itu : “kalau slilit kecil saja sudah seperti itu akibatnya, bagaimana dengan pengusaha –pengusaha liar yang slilitnya pakai kayu glondongan kalimantan ?”
Mari kita mengkhawatirkan setiap dosa yang kita lakukan. Walaupun nampaknya sepele. Dan mari kita menghargai setiap kebaikan kita. walaupun kecil di mata kita dan orang di sekitar kita. Walupun hanya sekedar menggeser tepi bibir kita kesamping kanan dan kiri sejauh satu cm (tersenyum). Mungkin justru senyum kita itulah yang membuat orang-orang disekitar kita merasa ada dan berharga.” Ya Alloh … ternyata masih ada hambamu yang memperhatikan aku “. Terlebih lagi kalau senyum itu adalah senyum terindah yang kita miliki. Alangkah indahnya hidup ini. Jika orang-orang Eropa sering memberi hadiah dengan bunga. Kalau kita , jadilah bunga yang terus bergerak menebarkan aroma wewangian dan keindahan Jangan remehkan sesuatu yang kecil. (imq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar