Kamis, 16 April 2009
Patuh, Gerbang Awal Menuju Kesuksesan
kita bahas lebih jauh tentang masalah ini. Apa bedanya loper Koran dengan wartawan, lalu apa bedanya karyawan dengan pimpinan, dan apa bedanya kondektur dengan direktur, dan pengemis dengan artis. Sebenarnya perbedaan diantara barisan kata pertama (Loper koran dll) dengan barisan kata kedua (Direktur dll) yang sangat mencolok adalah dari segi penghasilan dan posisi saja. Namun, apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi ? semua hal itu terjadi karena orang pada golongan kedua mau berusaha, tepat sekali ! kebanyakan orang pada barisan kata pertama (loper Koran, dll) takut untuk melakukan suatu inovasi baru, mereka tidak bisa melakukan hal lain selain hal itu, kadangpula mereka tak bisa mengelola penghasilan mereka sehingga mereka mengalami defisit dimana pengeluaran lebih besar daripada pendapatan, selain itu mereka tidak dapat bekerja profesional, serta tidak mempunyai jiwa kreatif, dan penyebab terakhir banyak diantara mereka putus sekolah di tengah jalan, ada yang hanya lulusan SD, SMP.
Kejadian di atas bukan merupakan salah bunda mengandung, atau ayah yang tidak bisa menyekolahkan anak mereka hingga ke jenjang perguruan tinggi. Tapi, karena kebanyakan orang-orang sekarang sukanya hanya santai, dan main-main saja, tidak mau mencari keterampilan melalui workshop, dan seminar-seminar, padahal biasanya acara tersebut banyak yang gratis. Kenapa kita mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Selain memperkaya ilmu, kita juga dapat mencari pengalaman. “Pengalaman adalah guru terbaik” . bagi kita yang latar belakang pendidikannya rendah, tidak usah berkecil hati karena seperti yang kita ketahui kebanyakan Direktur Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia ada yang dari lulusan sd dan smp saja. Oleh karena itu dengan sering mengikuti workshop dan seminar-seminar dengan izin Allah kita akan mengikuti jejak direktur perusahaan di Indonesia.
Dan yang menjadi pokok bahasan kali ini adalah, jika kita ingin berhasil marilah kita MEMATUHI PERINTAH, baik kepada Allah dan rasulnya, orang tua, guru, dan pimpinan. Kenapa dengan mematuhi perintah saja kita dapat meraih keberhasilan ? karena dengan mematuhi perintah itu kita akan semakin terampil, dan bisa melakukan banyak hal, dan juga kita bisa lebih berani dalam melakukan suatu hal karena sudah mendapat arahan dari si pemberi perintah sehingga kita memiliki jiwa yang kreatif dan inovatif yang selalu berani mengambil resiko, serta kita juga bisa lebih bertanggung jawab, dan disiplin tentunya.
Seperti kata pepatah, “Berakit-rakit kita ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Jika kita ingin berhasil atau sukses, tak apalah kita seperti menjadi buruh, Direktur utama PT. Sari Ayu Martha Tilaar selalu menguji calon pimpinannya untuk bekerja di lapisan bawah dahulu sebelum menjabat menjadi direktur, bahkan semua anak-anaknya sendiri tidak lulus dalam ujian itu, hal itu karena mereka tidak mau berusaha dari nol dahulu. Jika kita mau berusaha, dari juru ketik bisa menjadi sekretaris, dari seorang teknisi computer bisa menjadi Pengusaha Warnet dan Rental computer. Dari kondektur bisa menjadi sopir, dan bisa juga menjadi pimpinan salah satu perusahaan angkutan umum di Indonesia. Jika kita mau berusaha pula Dari usahanya loper Koran, karena sering membaca Koran akhirnya menjadi wartawan, lalu menjadi jurnalis dan penulis. Banyak jalan menuju Roma pepatah tersebut seolah menggambarkan bahwa keberhasilan dapat ditempuh dengan berbagai cara, baik dengan bekal keterampilan, baik dengan gelar, pokoknya banyak upaya untuk mendapatkan keberhasilan. Tapi, apabila kita berhasil janganlah santai-santai saja, Kita contoh DAHLAN ISKAN, direktur Koran JAWA POS, tidak pernah melewatkan Koran miliknya tidak terisi oleh tulisan halus beliau, padahal beliau sudah menjadi bos yang memilki ratusan jurnalis dan juru ketik.
kembali ke pokok bahasan, Allah berfirman, “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan’ (QS. An-Nur : 52). Kata “taat” pada ayat tersebut bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu Selain kepada Allah dan Rasulnya, juga kepada orang tua, guru dan pimpinan. Dalam lanjutan ayat tersebut dikatakan “.. maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan” dan apabila kita telah menaati segala perintah, maka tak pelak kita akan mendapatkan kemenangan. Janji Allah pasti akan kita dapatkan, baik diberikan saat ini ataupun diberikan kelak di akhirat. Tidak usah didengarkan ajakan orang untuk melakukan hal-hal yang sia-sia atau hal-hal yang negatif karena ketahuilah sesungguhnya ajakan itu adalah ajakan syaitan. Hiraukan pula ejekan dan cemooh orang-orang yang mengatakan kita itu sok pintar, sok rajin, tidak gaul, tidak keren, kurang kerjaan. Padahal sebenarnya yang kurang kerjaan adalah mereka sendiri. Setiap harinya hanya berjalan kesana kesini. Jangan dengarkan pula omongan orang yang mengatakan kita itu seperti pembantu, buruh, karena ketahuilah membantu dalam urusan besar akan membuat kita berkecimpung dalam urusan itu dan akan mendapatkan urusan itu.
Tapi untuk hal-hal yang positif, kita diwajibkan untuk mendengarnya bahkan mengamalkannya, jika ada orang tua yang memberikan kata-kata bijak, dengarkanlah barangkali bisa membantu kita dalam mencapai cita-cita kita yaitu keberhasilan. Selain mendengarkan kita juga harus mengamalkannya, apa guna ilmu tanpa amal. Ketahuilah bahwa kita sengsara, kita susah, kita menderita, itu bukan karena siapa-siapa, itu semua kita yang berbuat. Hal itu karena kita sama sekali tidak pernah taat kepada semua perintah, terutama perintah Allah. Padahal sungguh, setiap desah nafas yang kita hembuskan adalah amanah dari ALLAH SWT, dan sebagai titipan wadah yang harus kita isi dengan amal-amal kebaikan. Sedangkan hak ketuhanan tetap berlaku pada tiap detik yang dilalui oleh seorang hamba. Abul Hasan lebih lanjut mengatakan, "Pada tiap waktu ada bagian yang mewajibkan kepadamu terhadap ALLAH SWT (yaitu beribadah)".
Jadi sungguh sangat aneh jika kita bercita-cita ingin bahagia, ingindimudahkan urusan, ingin dimulyakan, tapi justru amal-amal yang kita lakukan ternyata menyiapkan diri kita untuk hidup susah. Yaitu kita tidak pernah taat, bagaimana kita bisa sukses jika kita tidak taat kepada Allah dan RASulnya ? siapa yang telah memberi kita hidup, siapa yang memberi kita rezeki, siapa yang mengajarkan kita islam, kalau bukan Allah dan Rasulnya. bagaimana kita bisa berhasil apabila kita tidak taat kepada orang tua ? siapa yang akan menyekolahkan kita, siapa yang akan membiayai kita, siapa yang akan merawat kita. Lalu bagaimana kita bisa sukses jika kita tidak patuh dengan guru kita ? siapa yang telah memberi ilmu kita, siapa yang mengajari kita keterampilan, jika bukan guru kita. Dan yang terakhir, bagaimana kita bisa sukses jika kita taat dengan pimpinan kita ? siapa yang memberi kita pekerjaan, siapa yang memberi kita gaji.
Marilah kita biasakan bagi kita untuk selalu berbuat patuh, patuh kepada Allah dan RAsulnya, patuh kepada orang tua, patuh kepada guru, patuh kepada pimpinan. Apa guna hidup kita jika kita tidak taat, ibarat orang yang bercita-cita ingin masuk surga tapi amalan-amalan yang dipilih amalan-amalan maksiat. Ibarat orang yang ingin kesuksesan tapi justru memilih kesengsaraan. Ibarat orang yang ingin disegani, tapi selalu kurang ajar kepada orang. Tanamkan prinsip “Biasakan disuruh, jika kau ingin menyuruh”. Maka, marilah kita sederhanakanlah hidup kita, paksakan diri ini untuk taat kepada perintah ALLAH, kalau belum bisa ikhlas dan ringan dalam beribadah. Mudah-mudahan ALLAH yang melihat kegigihan diri kita memaksa diri ini, nanti dibuat jadi tidak terpaksa karena Dia-lah yang Maha Menguasai diri ini. (imq)
Perbedaan, Persatuan atau Perpecahan
Perbedaan kerap kali membuat manusia terpecah belah, bertikai, saling membunuh, berperang, namun kadang pula perbedaan juga mampu memperat hubungan manusia, hingga melahirkan keturunan-keturunan layaknya kita. Sebenarnya perbedaan itu indah, Allah menciptakan Malam untuk kita beristirahat,lalu menciptakan siang untuk kita bekerja. Allah juga menciptakan api untuk memanaskan, dan sebaliknya Allah juga menciptakan air untuk mendinginkan. Itulah kekuasaan Allah, bagaimana hidup ini jika hanya siang saja, tidak disertai dengan adanya malam, dan bagaimana pula juga hanya ada api, tapi tidak ada air. Hidup kita akan terasa hampa tanpa perbedaan, hari-hari kita akan terasa sunyi jika tidak melihat sesuatu hal yang baru.
Selain itu, manusia juga kerap bosan dengan segala sesuatu yang ada di dunia ini, kemarin suka makan Sayur, saat ini suka makan Daging, besok lagi akan makan burger. Itulah manusia, tidak akan pernah merasa puas meski sudah memiliki semua hal yang ada di dunia ini. Di situlah manfaat perbedaan, perbedaan selalu menemani di saat kita bosan, selalu melindungi di saat kita susah. Tergantung tiap-tiap manusia sendiri yang mampu mengorganisir perbedaan itu, oleh karena itu kita perlu Menerima, Menghargai, Mengelola Perbedaan untuk semangat dan meraih kemajuan.
Tahap pertama : Menerima
Untuk dapat mengelola arti perbedaan kita harus menerima bahwa setiap diantara kita berbeda-beda, dalam AL-Qur’an dijelaskan : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-HUjarat : 13)
Dalam ayat di atas diterangkan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa, serta bersuku. Agar dapat mengenal, serta mengetahui segala sesuatu yang ada di orang lain. Orang laki-laki tidak tahu bagaimana sifat wanita, begitu juga sebaliknya. Suku sunda tidak tahu akan kebiasaan-kebiasaan suku madura, oleh karena itu diperlukan perkenalan agar semua manusia dapat mengerti kebiasaan semua suku. Karena seperti yang kita tahu, dunia ini bukan milik kita saja, masih ada milyaran orang dan triliyunan hewan serta tumbuhan yang tinggal di bumi ini. Jika ada orang yang tidak mau menerima segala kenyataan akan perbedaan ini, suruhlah mereka untuk membuat dunia sendiri, suruh mereka untuk hidup sendiri, yang dimana mereka akan kesepian dan akan sengsara karena kegoisan mereka sendiri.
Oleh karena itu, terimalah perbedaan itu, dan Jika kita ingin diterima di Negara orang, di daerah orang, maka terimalah mereka. Perlakukan mereka dengan sebaik mungkin agar mereka memperlakukan hal yang sebaliknya kepada kita. Percayalah, bahwa semua hal di dunia ini berbeda, tapi mereka adalah saudara kita, tetangga kita, teman kita, kolega kita, yang senantiasa menemani hidup kita, dari lahir kita sampai mati kita.
Tahap Kedua : Menghargai
Mari Tanamkan dalam hati kita, bahwa kita ini semua berbeda, ada yang pintar dan ada yang bodoh, ada juga yang kaya dan ada juga yang miskin, ada yang tampan ada yang jelek. Pangkal masalah dengan adanya perbedaan karena kita selalu merasa lebih baik dari yang lain, karena kita selalu merasa benar, oleh karena itu jika ada yang kurang dari mereka hargailah mereka, karena kita tahu semua orang berbeda-beda. Dan ketahuilah diatas langit masih ada langit, mungkin hari ini kita masih lebih bisa dari mereka tapi masih banyak orang di sekita kita yang lebh tangguh, lebih pintar, dan lebih hebat dari kita.
Sekali lagi saya ingatkan, dunia ini ditinggali oleh milyaran orang yang berbeda-beda keinginannya, berbeda sifatnya, berbeda wataknya, berbeda rasnya, jika kita mampu menghargai mereka semua, kelak kita akan dihargai pula oleh mereka. Seperti halnya saat kita kedatangan tamu, jika kita mampu menghargai mereka. Maka, mereka akan menghargai kita pula tatkala kita bertamu ke rumah mereka.
Tahap Ketiga : Mengelola
Jika kita sudah mampu menerima, dan menghargai perbedaan itu. Tahapan terakhir adalah mengelola perbedaan itu. Steven R. Covey mengatakan dalam bersinergi atau berjamaah akan tercermin perbedaan nilai tiap individu, yang kalau kita mampu mengelolanya akan melahirkan team work yang solid, dimana nilai hasilnya akan jauh lebih besar, lebih dahsyat atau lebih unggul dibandingkan kalau dilakukan sendiri-sendiri. Makin besar kekuatan sinerginya dalam setiap kali berinteraksi dengan yang lain, maka akan semakin besar pula kemampuan yang di hasilkan , itulah diantara kunci menjadi unggul. Jadi kalau ingin menjadi unggul, nikmati hidup berjamaah, karena seorang yang pintar jika bertemu orang yang pintar akan bertambah pintar. Untuk itu berjamaahlah, tapi berjamaah yang positif, karena berjamaah itu ada kalanya saling melemahkan dan saling melumpuhkan. Maka, lakukanlah branchmarking (studi banding) ke institusi lain sebagai perbandingan, dan ini sangat penting. Hal ini agar pemikiran kita terus berkembang tidak mandek atau di situ-situ terus.. Oleh karena itu jangan pernah meremehkan orang lain, setiap bertemu orang harus jadi sarana perubahan dan penambahan wawasan kita. Jangan merasa pintar sendiri, merasa yang terbaik, yang terbagus, maka sebenarnya kita telah menjadi yang terbodoh.
Pada dasarnya kita selalu siap untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Mudah bagi kita bila yang terjadi cocok dengan harapan kita. Namun, bagaimanapun, setiap orang itu berbeda-beda. Tidak semuanya harus sama "gelombangnya" dengan kita. Maka yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri agar potensi konflik akibat perbedaan ini tidak merusak.Begitulah, perbedaan kadang bisa menyatukan manusia, tapi kadang pula juga bisa memecah belah manusia. Tergantung dari tiap-tiap pribadi sendiri yang tidak egois, berjiwa sosial, serta mampu menerima, menghargai, dan mengelola perbedaan itu sendiri. Karena, perbedaanlah yang mampu membawa manusia hingga jaman sekarang ini. (IMQ)
Selasa, 14 April 2009
Bermanfaatkah Kita Di Dunia
"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak
manfaatnya bagi orang lain" (H.R. Bukhari).
Sebagian besar dari kita mungkin sudah mendengar hadis tersebut. Sungguh beruntung bagi siapapun yang dikaruniai Allah kepekaan untuk mengamalkan aneka pernik peluang kebaikan yang diperlihatkan Allah kepadanya. Beruntung pula orang yang dititipi Allah aneka potensi kelebihan oleh-Nya, dan dikaruniakan pula kesanggupan memanfaatkannya untuk sebanyak-banyaknya umat manusia.
Karena ternyata derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauhmana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Seperti hadist yang sudah disebutkan di atas, semakin banyak nilai manfaat yang kita berikan kepada orang lain, maka semakin tinggi pula derajat kita hingga kita menjadi manusia yang terbaik di mata manusia sendiri serta di mata Allah swt. Sekarang kembali kepada diri kita ! pernahkah dalam keseharian kita, ada orang yang memanggil kita ? tentunya pernah karena semakin banyak orang yang memanggil kita, tentunya itu pertanda bahwa mereka sangat membutuhkan kita. Lalu, pernahkah ada orang yang meminta bantuan kepada kita ? mungkin jarang bagi kita, dimintai bantuan oleh orang lain karena dimintai bantuan merupakan suatu gambaran bahwa kita lebih mampu dari mereka. Lalu yang terakhir, adakah orang yang mengucapkan terima kasih kepada kita ? terima kasih merupakan suatu apresiasi orang lain dalam menghormati kita, karena kita telah memberikan suatu manfaat bagi mereka.
Ketiga hal diatas hanyalah suatu gambaran tentang arti dari manfaat itu sendiri. Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Kaum manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi mereka, Dan amalan yang paling dicintai Allah ‘azza wajalla adalah amalan yang mendatangkan kebahagian bagi seorang muslim, atau yang dapat menepis kesedihannya, atau dapat melepaskannya dari jerat hutang, ataukah menghilangkan rasa laparnya. Dan saya berjalan bersama saudaraku seorang muslim dalam untuk memenuhi kebutuhannya lebih saya cintai dari pada melakukan I’tikaf selama sebulan. Dan barang siapa yang menahan amarahnya niscaya Allah akan menutupi auratnya. Dan barang siapa yang menahan lagi mengendalikan hawa amarah dan jika dia berkehendak untuk melepaskannya dia dapat melepaskannya, niscaya Allah akan memenuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang berjalan bersama saudaranya seorang muslim untuk memenuhi kebutuhannya hingga saudaranya itu mendapatkan kebutuhannya, Allah ta’ala akan menetapkan pijakan kakinya pada hari dimana kaki-kaki manusia pada berguncang. Dan sesungguhnya akhlak yang buruk akan merusak amal, sebagaimana cuka akan merusak madu “ (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 176).
Banyak cara bagi kita untuk memberikan manfaat bagi semua orang, yaitu :
BERMANFAAT DENGAN MEMBERIKAN HARTA
Terkadang di saat kita memiliki sejumlah rezeki, kita kadangkala berfoya-foya, menghabiskan uang kita untuk bersenang-senang. Padahal, banyak saudara kita yang kebingungan mencari kerja, kesulitan mendapatkan uang, sehingga harus tinggal di sebuah kontrakan yang kumuh, mereka tidak bisa membeli apa-apa, kadang anak-anak mereka merengek-rengek meminta sesuatu, tapi mereka tak kuasa untuk mendapatkannya karena terhimpit masalah ekonomi.
Salah satu cara bagi kita untuk membantu orang lain adalah dengan menyisihkan harta kita untuk diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Seperti memberikan shodaqoh di masjid, yayasan, dan memberi santunan kepada anak yatim, para dhuafa, lansia. Bahkan yang lebih berkesan adalah apabila kita mampu memberikan modal usaha kepada wirausahawan yang tidak memiliki modal. Karena selain memberi, kita juga mampu meningkatkan taraf kehidupan orang lain, yang mulanya tidak memiliki apa-apa.
BERMANFAAT DENGAN MEMBERIKAN MAKANAN
Kadangkala di saat kita lapar ada saja yang kita beli, kadang membeli nasi pecel, bakso, mie ayam, dan segala jenis makanan yang ada di rumah makan. Padahal, di meja makan kita ada sederet masakan ibu kita, bibi kita yang sekiranya masih dapat kita makan. Namun, karena kita mengikuti hawa nafsu perut, kita justru lebih memilih membeli makan di luar daripada menikmati masakan ibu kita yang dimasak dengan penuh kasih saying hanya untuk kita. Padahal Jika kita perhatikan di seberang sana, banyak saudara-saudara kita yang mengais-ngais tempat sampah rumah makan, demi mendapatkan sesuap nasi untuk mengganjal perut, yang tidak memenuhi standar kebersihan dan gizi. Mereka sangat kesulitan mendapatkan sebutir nasi, sampai-sampai menyisir beras di halaman gudang beras yang kadang kala bercampur dengan tanah. Namun, mereka tetap saja tegar meski hanya bisa makan dengan nasi dan garam saja.
Membaca fenomena di atas, tentunya kita patut merenungi kesusahan saudara-saudara kita yang terhimpit kemiskinan. Sehingga apabila ada makanan yang masih layak dan tidak kita makan, sebaiknya kita berikan semua itu kepada orang yang lebih membutuhkan, niscaya do’a mereka akan mengiringi kita.
BERMANFAAT DENGAN MENULARKAN ILMU
“Iika mati anak adam maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga hal, yaitu : pertama shodaqoh jariyah, kedua anak yang sholihah, ketiga ilmu yang bermanfaat” di jaman globalisasi ini kita dituntut untuk mempunyai ilmu yang tinggi agar kita tidak tergeser dan terdepak dalam arus kompetisi ini. Bagi kita yang orang tuanya mampu mungkin masih dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana. Tapi seperti yang kita lihat di sekitar kita,banyak teman-teman seangkatan kita yang putus sekolah karena terhimpit biaya sekolah yang mahal. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menularkan ilmu yang kita miliki kepada teman-teman, serta saudara-saudara kita yang putus sekolah. Selain ilmu umum, kita juga wajib memberikan ilmu agama, agar mereka tahu bagaimana cara ibadah, bagaimana cara melakukan hubungan dengan sang illahi.
Seperti hadist di atas, apabila kita mati nanti semua ilmu yang kita tularkan kepada orang lain itu akan terus mengiringi kita. Apabila ilmu itu dipergunakan, dimanfaatkan, ditularkan lagi kepada orang lain. Sehingga pahala kita akan terus mengalir, meski ajal sudah mengintai kita.
BERMANFAAT DENGAN TENAGA
Inilah cara alternative yang mampu dilakukan oleh semua orang, jika kita belum mampu memberikan suatu manfaat dengan harta, makanan, dan ilmu yang bermanfaat, kita mampu membantu dengan fisik kita, dengan tenaga kita, dengan keringat kita. Jika kita melihat orang lain kesusahan dalam melakukan sesuatu, kita bisa menolongnya dengan membantu mengangkatkan, membantu membawa.
Dalam hidup kita harus mempunyai prinsip, “Jangan sampai orang lain berkeringat karena kita, dan biarlah kita berkeringat demi orang lain” maksud dari filosofi tadi adalah kita harus senantiasa membantu orang lain. Relakan tetes demi tetes keringat kita untuk membantu mereka.
Dari penggalan tulisan di atas, marilah kita beranjak dari kemalasan kita, jangan mau untuk menjadi manusia yang terburuk, lepaskan segala penat kita untuk membantu orang lain. Marilah kita menjadi orang yang terbaik, dengan senantiasa membantu sesama manusia, senantiasa menolong mereka. Banyak cara untuk memberikan manfaat kepada orang lain, tergantung dari kita sendiri bagaimana cara kita mengaplikasikan arti manfaat itu sendiri. Mari membantu orang lain, agar ucapan terima kasih mereka senantiasa mengiringi kita, menjadi pahala buat kita, yang mampu menghantarkan kita menuju surganya Allah, tempat berkumpulnya para anbiya’ dan mursalin, tempat singgahnya para alim, ulama, serta para wali. Mari berbuat manfaat kepada semua orang agar kita menjadi manusia yang bermanfaat. (imq)
Janji Uang Kepada Ahli SEdekah
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 261)
Begitu turun ayat di atas, para sahabat berbondong-bondong untuk saling memberikan hartanya. Salah satunya, Abdurrahman bin Auf ia berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, aku mempunyai uang 4.000 dirham, aku sedekahkan setengahnya, dan aku berikan kepada keluargaku setengahnya.
Begitu pula dengan Ali bin Abi tholib, meskipun ia hanya memiliki uang 4 dirham. Ia sedekahkan satu dirham di pagi hari secara sembunyi-bunyi, lalu ia sedekahkan lagi 1 dirham dengan bersembunyi pada siangnya, dan ia pun juga menyedekahkan 1 dirham lagi pada sore harinya. Dan menyedekahkan 1 dirham terakhir secara terang-terangan.
Begitulah ketaatan para sahabat, begitu mendengar firman Allah mereka langsung mengamalkannya, meskipun itu memberatkan bagi dirinya. Meskipun ia tidak memiliki apa-apa, karena demi memperoleh pahala yang djanjikan Allah, serta demi membersihkan harta itu.
Karena Allah berfirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-taubah : 103)
Maksud dari ayat tersebut zakat itu membersihkan kita dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda sehingga zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati kita dan memperkembangkan harta benda kita. Sehingga dengan kita berzakat, rasa cinta dunia kita akan berkurang, dan justru menambah akhlakul karimah pada diri kita.
Bahkan dalam motif ekonomi saja disebutkan, “mengeluarkan modal yang sedikit demi memperoleh keuntungan yang banyak”. Sehingga, meskipun kita hanya menyedekahkan uang Rp. 1.000 asalkan kita ikhlas kita akan mendapatkan pahala yang tak terkira banyaknya. Maka tak heran, banyak pengusaha barat yang berlatarbelakang Yahudi, dan Kristen. Mereka membuat suatu pundi amal seperti yang kita kenal Bill gates foundation, Ford Foundation. Mereka selalu menyisihkan sisa labanya untuk diserahkan kepada yang membutuhkan. Lalu bagaimana dengan kita, yang berlatar belakang islam, tapi sama sekali tidak pernah mengeluarkan zakat. Orang kafir saja tahu, manfaat dan nikmatnya bersedekah, masa kita ummat islam tidak mau bersedekah.
Selain itu, dalam harta kita terdapat hak-hak yang wajib diberikan kepada orang miskin, seperti dalam firman Allah, “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (QS. Adz-Dzariyat : 19)
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur” (QS. Al-‘Adiyat : 6-9) kebanyakan manusia selalu ingkar kepada Allah, kadang kita selalu diberikan kenikmatan yang tiada tara, harta yang melimpah, mobil yang mewah. Tetapi kita sama sekali tidak pernah berterima kasih kepada Allah. Hal itu karena rasa cinta kita kepada harta dunia yang semu. Maka dari itu, untuk mengikis sifat Hubbun Duniya kita harus berzakat demi ketentraman kita di dunia dan akhirat.
Rasulullah bersabda, “jika dikeluarkan uang darimu, uang itu akan berkata :
Dahulu Aku Kecil, sedikit, dan tidak ada. Sekarang Aku Besar, banyak, dan ada
Dahulu uang yang kita punya sejumlah Rp. 100.000, namun setelah kita sedekahkan uang itu dipergunakan modal oleh orang yang kita beri, sehingga lama-kelamaan, uang yang hanya Rp. 100.000 akan terus berkembang dan menjadi Rp. 200.000, sehingga terus akan berkembang. Itulah manfaat sedekah, jika kita menyedekahkan uang kita uang yang mulanya kecil, akan bertambah menjadi besar. Begitu pula uang yang hanya sedikit, akan bertambah menjadi banyak. Dan tak lupa , uang yang semulanya tidak ada menjadi ada. Itulah hikmah dari bersedekah.
Dahulu Kau Menjagaku, Sekarang Ku Akan Menjagamu
Uang yang selalu kita jaga, yang selalu kita simpan di dalam saku, bahkan disimpan lagi didalam dompet, bahkan karena demi menjaga uang tersebut uang itu kita masukkan ke dalam tas, dalam tas itu kita digembok lalu kita masukkan ke lemari dan dikunci rapat-rapat. Begitulah usaha kita dalam menjaga uang tersebut. Tapi apabila uang itu kita sedekahkan, uang itu akan berbalik menjaga kita dari bahaya baik di dunia maupun di akhirat.
Ketahuilah, jika kita memberi uang kepada orang yang membutuhkan, Orang itu akan menjadi kawan kita. Sebaliknya, jika kita pelit enggan untuk mengeluarkan uang kita, maka akan banyak orang yang akan memusuhi kita. Seperti kita lihat, banyak terjadi perampokan, Karena pemilik rumah pelit, sehingga banyak yang memusuhinya. Bahkan yang lebih terbaru, ada pembantu yang tega merampok uang majikannya. Maka sedekahkan uang kita, agar kita dijaga oleh uang tersebut.
Dahulu Aku Memusuhimu, Sekarang Aku Mencintaimu
uang selalu menyusahkan kita, Karena kadang kita sudah berusah sekuat tenaga membanting tulang demi mengais rezeki. Sehingga seakan-akan uang itu menjauhi kita, memusuhi kita, tak mau menyentuh kita. Hal itu karena apabila kita mempunyai uang, kita tidak pernah menyedekahkannya. Uang itu akan memusuhi kita. Namun, apabila kita sering bersedekah uang itu akan mencintai kita. Bahkan akan lengket seperti perangko. Sehingga maka dari itu bersedekahlah, agar uang mencintai kita.
Ada sebuah kisah dari Al-Fudhail bin Iyadh, ia berkata, seorang laki-laki menceritakan kepadaku: "Ada laki-laki yang keluar membawa benang tenun, lalu ia menjualnya satu dirham untuk membeli tepung. Ketika pulang, ia melewati dua orang laki-laki yang masing-masing menjambak kepal kawannya. Ia lalu bertanya, 'Ada apa?' Orang pun memberitahunya bahwa keduanya bertengkar karena uang satu dirham. Maka, ia berikan uang satu dirham kepada keduanya, dan iapun tak memiliki sesuatu.
Ia lalu mendatangi isterinya seraya mengabarkan apa yang telah terjadi. Sang isteri lalu mengumpulkan perkakas rumah tangga. Laki-laki itu pun berangkat kembali untuk menggadaikannya, tetapi barang-barang itu tidak laku. Tiba-tiba kemudian ia berpapasan dengan laki-laki yang membawa ikan yang menebar bau busuk. Orang itu lalu berkata kepadanya, “Engkau membawa sesuatu yang tidak laku, demikian pula dengan yang saya bawa. Apakah Anda mau menukarnya dengan barang (daganganku)?” Ia pun mengiakan. Ikan itu pun dibawanya pulang. Kepada isterinya ia berkata, “Dindaku, segeralah urus (masak) ikan ini, kita hampir tak berdaya karena lapar !” Maka sang isteri segera mengurus ikan tersebut. Lalu dibelahnya perut ikan tersebut. Tiba-tiba sebuah mutiara keluar dari perut ikan tersebut
Wanita itu pun berkata gembira, “Suamiku, dari perut ikan ini keluar sesuatu yang lebih kecil daripada telur ayam, ia hampir sebesar telur burung dara.”
Suaminya berkata, “Perlihatkanlah kepadaku !” Maka ia melihat sesuatu yang tak pernah dilihatnya sepanjang hidupnya. Pikirannya melayang, hatinya berdebar. Ia lalu berkata kepada isterinya, “Tahukah engkau berapa nilai meutiara ini?”, “Tidak, tetapi aku mengetahui siapa orang yang pintar dalam hal ini”, jawab suaminya. Ia lalu mengambil mutiara itu. Ia segera pergi ke tempat para penjual mutiara. Ia menghampiri kawannya yang ahli di bidang mutiara. Ia mengucapkan salam kepadanya, sang kawan pun menjawab salamnya. Selanjutnya ia berbicara kepadanya seraya mengeluarkan sesuatu sebesar telur burung dara. 'Tahukah Anda, berapa nilai ini?, ia bertanya. Kawannya memperhatikan barang itu begitu lama, baru kemudian ia berkata, 'Aku menghargainya 40 ribu. Jika Anda mau, uang itu akan kubayar kontan sekarang juga kepadamu. Tapi jika Anda menginginkan harga lebih tinggi, pergilah kepada si fulan, dia akan memberimu harga lebih tinggi dariku'.
Maka ia pun pergi kepadanya. Orang itu memperhatikan barang tersebut dan mengakui keelokannya. Ia kemudian berkata, 'Aku hargai barang itu 80 ribu. Jika Anda menginginkan harga lebih tinggi, pergilah kepada si fulan, saya kira dia akan memberi harga lebih tinggi dariku'.
Segera ia bergegas menuju kepadanya. Orang itu berkata, 'Aku hargai barang itu 120 ribu. Dan saya kira, tidak ada orang yang berani menambah sedikit pun dari harga itu!' 'Ya', ia pun setuju. Lalu harta itu ditimbangnya. Maka pada hari itu, ia membawa dua belas kantung uang. Pada masing-masingnya terdapat 10.000 dirham. Uang itu pun ia bawa ke rumahnya untuk disimpan. Tiba-tiba di pintu rumahnya ada seorang fakir yang meminta-minta. Maka ia berkata, 'Saya punya kisah, karena itu masuklah'. Orang itu pun masuk. Ia berkata, 'Ambillah separuh dari hartaku ini. Maka, orang fakir itu mengambil enam kantung uang dan dibawanya. Setelah agak menjauh, ia kembali lagi seraya berkata, 'Sebenarnya aku bukanlah orang miskin atau fakir, tetapi Allah Ta'ala telah mengutusku kepadamu, yakni Dzat yang telah mengganti satu dirhammu dengan 20 qirath. Dan ini yang diberikanNya kepadamu adalah baru satu qirath daripada-nya, dan Dia menyimpan untukmu 19 qirath yang lain.”
Itulah hikmah dari bersedekah, orang di atas hanya gara-gara merelakan uang satu dirham, di kala kondisinya yang memprihatinkan. Akhirnya ia mendapat ratusan, bahkan ribuan kali lipat dari itu. Maka dari itu, bersedekahlah karena lebih baik tangan di atas, daripada tangan dibawah. Namun, bagi kita yang tidak memiliki uang, berusahalah karena nabi tidak menyukai orang yang tak mau berusaha, Rasulullah bersabda “Mencari kayu bakar seberkas lalu dipikul di atas punggungnya terus dijual itu lebih baik bagi seseorang dari pada mengemis kepada orang lain yang kadang-kadang diberinya atau tidak”. Berusahalah untuk menjadi pemberi, naikkan tangan kita untuk berada di atas. Bersedekahlah, karena uang itu akan mendo’akan kita. Mulai dari sekarang, sisihkan uang kita untuk disedekahkan kepada orang yang membutuhkan. (imq)
Langganan:
Postingan (Atom)